Wadian dadas adalah salah satu sarana upacara dalam bidang pengobatan tradisional pada masyarakat Suku Dayak Ma’nyan di Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah. Konon, wadian dadas pada mulanya didapat melalui ilham yang diperoleh seorang wanita bernama Ineh Ngundri Gunung. Wanita tersebut mendapatkan ilham untuk menjalankan suatu tugas dari seorang dewa untuk menyembuhkan seseorang atau apa yang diperintahkan oleh dewa. Wanita ini merupakan wadian yang pertama dan merupakan utusan dewa yang diwujudkan dalam bentuk burung elang, selanjutnya wadian akan diteruskan oleh keturunan berikutnya.
Pada mulanya wadian dadas berasal dari daerah Barito Timur (perbatasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) di pedalaman pegunungan Meratus, tepatnya di Desa Nansarunai. Saat itu di Desa Nansarunai berdiam Suku Dayak Ma’nyan. Tetapi karena terdesak oleh suku bangsa lain, mereka kemudian meninggalkan tempat asalnya dan berpindah ke tempat lain, seperti ke Kec. Dusun Timur (Kab. Barito Selatan) dan daerah Tamiang Layang (Kab. Barito Timur). Wadian dadas yang semula hidup di zaman masyarakat primitif kemudian berkembang di dalam masyarakat tradisional, kerena adanya perpindahan komunitas Dayak Ma’nyan ke desa lain.
Pada zaman dahulu, apabila terjadi musibah atau panen tidak berhasil, orang Dayak Ma’nyan memerlukan wadian sebagai sarana melepas kesulitan. Salah satunya dengan menggunakan wadian dadas. Karena adanya pergeseran sosial dalam kehidupan masyarakat, maka wadian dadas yang semula sebagai sarana upacara berubah menjadi wadian dadas yang sampai sekarang diyakini dapat memberikan keselamatan bagi masyarakat Dayak Ma’nyan. Di tahap perkembangan selanjutnya muncul pula tari Balian Dadas yang mungkin diawali oleh tarian-tarian yang dibawakan dalam proses pengobatan tradisonal yang dilakukan oleh wadian. Pada awal tahun 1980-an wadian dadas dikenal oleh sebagian masyarakat Kota Palangkaraya, sehingga wadian dadas yang semula berfungsi sebagai upacara ritual pengobatan menjadi inspirasi bagi kemunculan tari Balian Dadas.
Tari Balian Dadas di Sanggar Namuei, UPT Anjungan Kalimantan Tengah. Menggambarkan tentang Ritual Pengobatan sesuai dengan kebutuhan seni pertunjukan di Jakarta, Walau tari Balian Dadas banyak menggunakan unsur-unsur simbolik dalam menggambarkan tiap adegan ritual, tari Balian Dadas tetap dapat ditonton dan dipentaskan secara gamblang di atas panggung.
Biasanya ditarikan oleh 6 penari perempuan dan 2 penari laki-laki.
Adegan awal dibuka dengan penari perempuan yang memerankan sebagai dayang-dayang dukun. Mereka menggunakan baju berwarna kuning, dengan hiasan daun janur dan daun sawan. Dipinggangnya menggunakan selendang berwarna Merah, Kuning dan Hijau. Setiap penari menggunakan gelang kuningan dengan bobot yang lumayan berat. Jika dilakukan tanpa keahlian menarikan gelang, gelang bisa membuat pergelangan tangan memar. Tangan kanan menggunakan 3 gelang dan tangan kiri menggunakan 2 gelang. Penari menari mengikuti irama musik dan di awali dengan lirik lagu yang menggandung mantra. Adegan ke dua mulai lah muncul 2 penari laki-laki yang memerankan sebagai Dukun, mereka juga menggunakan daun janur dan daun sawan. Tangan kanan dan kiri nya menggunakan gelang yang ukurannya lebih besar dan lebih berat dari gelang yang digunakan oleh penari perempuan. Mereka membuat gerakan melingkar dan berputar-putar menggambarkan mereka sedang melakukan ritual pengobatan sambil di iringi oleh lirik-lirik lagu yang menggandung mantra. Pada adegan terakhir para penari perempuan dan penari laki-laki menari bersama menggambarkan usainya ritual penyembuhan.
perhatikan tata rias dan kostum penari perempuan |
Pada umumnya garapan tarian Balian Dadas di Sanggar Namuei tetap tidak terlepas dari unsur dan nilai-nilai magis yang terkandung dalam Ritual Penyembuhan. Hanya saja garapannya sudah di sesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan atau tontonan.
Menurut Aat Atmaja, selaku pembina Sanggar Namuei. Setiap pementasan biasanya penari hingga pemusik harus menggunakan Daun Sawan. Daun ini fungsinya untuk menjauhkan kita semua dari mara bahaya dan yang terpenting adalah berdoa pada Tuhan YME agar kita diberi kelancaran saat pementasan berlangsung.
Sumber:
Aat Atmaja selaku Pembina Sanggar Namuei, UPT Anjungan Kalimantan Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar